Penulis | Widja Ani Setyawati |
Ukuran | 14,5 x 20,5 cm |
Jumlah Halaman | 208 |
ISBN | 978-602-5583-90-2 |
Tabula rasa adalah sebuah istilah yang menggambarkan situasi manusia saat baru lahir, bagaikan kertas kosong. Kekosongan ini kemudian akan diisi dengan torehan tinta seiring pertumbuhan anak. Melalui pengalaman yang dialami anak serta pengasuhan yang diberikan oleh orang tua, akan terbentuk karakter pada diri anak.
Pendidikan merupakan salah satu cara menoreh tabula rasa. Di Indonesia, terdapat tiga jalur pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 13 undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan memiliki jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Menurut Kemendikbud, pendidikan anak usia dini juga terbagi ke dalam tiga jalur. Pertama, pendidikan anak usia dini jalur nonformal, yaitu Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Kedua, pendidikan anak usia dini jalur formal, yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Ketiga, pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Pendidikan informal yang berlangsung di rumah sejak anak berusia dini merupakan landasan penting bagi pembentukan karakter anak. Sayangnya, kesadaran ini tampaknya belum dimiliki beberapa orang tua, bahkan negara. Saat ini, di Indonesia, belum ada program yang bertujuan membekali orang tua sebagai pendamping pendidikan informal anak. Pentingnya pendidikan informal memang sudah mulai disuarakan, tetapi itu hanya berupa orasi tanpa disertai tindakan konkret berupa pemberian pengetahuan yang memadai kepada orang tua tentang bagaimana pendidikan nonformal seharusnya berjalan. Kampanye pentingnya pendidikan informal di rumah hanya akan menjadi narasi.
Saat ini, banyak lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) didirikan dengan tujuan membantu para orang tua menyelenggarakan pendidikan nonformal untuk anak usia dini. Ironisnya, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan anak usia dini cukup rendah, porsi pendidikan anak lebih banyak dibebankan kepada lembaga PAUD. Padahal, lembaga ini hanya bersifat membantu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua tetap memiliki tanggung jawab terbesar pada pendidikan dan pembentukan karakter anak. Kurangnya kesadaran orang tua pada pendidikan informal di rumah dapat berdampak pada ketidaksinambungan pengasuhan pada anak. Padahal, kunci dari pendidikan anak usia dini adalah konsistensi; apa yang diajarkan di sekolah harus sejalan dengan apa yang diajarkan di rumah. Jika tidak, pendidikan pada anak tidak akan berhasil. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari orang tua untuk menjalin komunikasi dengan sekolah.
Sudah semestinya, tenaga pengajar lembaga PAUD memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang pendidikan anak usia dini. Untuk memenuhi hal tersebut, beberapa universitas membuka Jurusan Pendidikan Usia Dini untuk mempersiapkan tenaga pengajar PAUD. Namun, ketersediaan pendidik yang mumpuni ini masih sangat kurang. Meski pendidikan anak usia dini sangat penting dalam pembentukan karakter anak, perhatian pemerintah masih sangat kurang dalam mengembangkan lembaga-lembaga PAUD. Pendidikan karakter masih dimasukkan dalam muatan lokal sama seperti kearifan lokal yang hanya diserahkan ke lembaga-lembaga PAUD untuk penerapannya. Krisis karakter inilah yang sering kita lihat setelah anak tumbuh dan berkembang menjadi remaja kurang mengerti etika kepada orang yang lebih tua, tawuran marak terjadi, banyak kasus bunuh diri yang dilakukan karena tidak mampu menyelesaikan permasalahan dirinya, dan masih banyak lagi yang miris kita lihat.
Kegiatan pengajaran yang mayoritas hanya bermain dirasa tidak perlu mendapatkan perhatian khusus orang tua. Padahal, permainan-permainan yang dilakukan di lembaga PAUD merupakan permainan bermuatan edukasi yang memerlukan tenaga pengajar yang mumpuni serta fasilitas yang memadai. Apalagi untuk mempersiapkan seorang anak untuk menjadi penerus bangsa, pengajaran yang dilakukan juga harus mengikuti perkembangan zaman. Para pengajar perlu terus memperbarui kapasitas pengetahuan untuk mengimbangi kebutuhan anak-anak didiknya. Namun, pelatihan berkala dan bacaan bagi para pengajar PAUD saat ini masih sangat terbatas.
Copyright © Pandiva | All rights reserved. Website by JMW